Refleksi Nilai Perempuan dalam Islam: Kesetaraan dan Perlindungan Muslimah Pada Zaman Nabi

Foto bersama usia kegiatan diskusi Immawati di samping Auditorium Kampus 3 UIN Walisongo (doc. Medkom/PK IMM Jenderal Soedirman)

Bidang Immawati PK IMM Jenderal Soedirman menggelar diskusi bertema "High Value Women dalam Islam: Teladan Muslimah di Zaman Nabi SAW" di samping Auditorium 2 UIN Walisongo Semarang, Rabu (4/6).

Menghadirkan pemateri ketua bidang Organisasi sekaligus anggota Kementerian Pergerakan Perempuan dan Responsif Gender DEMA UIN Walisongo, Nur Iffatul Ainiyah–atau yang lebih akrab disapa Nia–diskusi interaktif ini berlangsung antusias.

Mulanya, semua peserta diminta mengungkapkan definisi high value women terlebih dahulu. Selanjutnya Nia menjabarkan definisi high value women sebagai pribadi yang fokus pada tujuannya.

"High value women tidak ter-distract dengan omongan orang-orang di sekitarnya yang menghalanginya untuk berkembang: mengatakan perempuan itu lemah, rendah, seperti zaman dahulu. Perempuan itu dianggap sebagai aib pada zaman jahiliyah, tidak memiliki hak waris, tidak memiliki harta, bahkan tidak memiliki hak untuk memilih pasangannya sendiri"

Nabi Muhammad mengubah keadaan tersebut dengan memberikan perempuan hak waris, kepemilikan harta, dan akses untuk berpartisipasi di ruang publik. Contoh high value women di zaman Rasul diperlihatkan melalui kedua istri Nabi: Siti Khadijah dan Aisyah.

Khadijah RA–dikenal pula sebagai ‘Ratu Makkah’ karena kekuatan dan kejayaan usahanya–memecahkan stereotype masyarakat Arab Quraisy yang hanya menganggap perempuan sebagai barang yang diperjualbelikan. Sedangkan Aisyah dikenal sebagai pribadi yang pintar, aktif berdiskusi, dan telah meriwayatkan ribuan hadis.

"Rasulullah dengan Islam membawa ajaran kedamaian yang mana perempuan itu derajatnya menjadi meningkat,"

Kemudian konsep keadaan perempuan pada zaman jahiliyah dikaitkan dengan keadaan masa kini, yang marak dengan kasus pelecehan dan kekerasan seksual. 

"Komnas perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 4178 kasus, sedangkan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi pada 2021–2024 itu sebanyak 82 kasus, yang mana perempuan itu selalu menjadi korban dalam hal ini,"

Diskusi ini diikuti oleh 11 peserta dari IMM Komisariat Jenderal Soedirman. Selain membahas mengenai high value women, forum juga membahas mengenai kesetaraan gender, feminisme, kontribusi rumah tangga, serta 3 peran perempuan.

"Perempuan dalam bermasyarakat itu kan memiliki berbagai peran, jadi aku mengkategorikan dalam 3 hal: Mar'atus Sholihah (Wanita sholihah), Zauatul muthiah: (istri yang taat), Ummu madrasah (madrasah pertama bagi anak-anaknya), dan kita melupakan yang terakhir, Al ummu madrasatul ula wal abu mudiiruha. Seorang ibu menjadi madrasah bagi anak-anaknya dan seorang bapak menjadi kepala dalam keluarga, banyak sekali kata-kata ini terpotong sampai al ummu madrasatul ula aja," tambah Nia

Redaksi

Posting Komentar

0 Komentar