Menguak Sejarah IMM: Kelahiran yang Jadi Persoalan


IMM adalah organisasi yang kelahirannya dipersoalkan. Karena apa? Kenapa bisa seperti itu Ya, jawabannya karena banyak faktor tentunya. Hal inilah yang mendasari Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) Pimpinan Komisariat IMM Jenderal Soedirman UIN Walisongo Semarang mengadakan diskusi Bedah Literatur “Kelahiran yang Dipersoalkan” yang ditulis oleh Farid Fathoni A. F. Bersama Ketua Bidang RPK PC IMM Kota Semarang IMMawan Afan Muhajid melalui media google meet. (23/07/2021)

Perlu diketahui, IMM berdiri di Yogyakarta tanggal 14 Maret 1964. Dengan tri kompetensi dasarnya yaitu Religiusitas, Intelektualitas dan Humanitas. Serta dengan semboyannya, “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”. Yang mampu membangkitkan semangat berIMM di dalamnya.

Dengan keindahan serta keanggunan berbagai identitas yang ada. Ternyata terdapat ke kompleks-an masalah yang timbul akan kelahiran IMM. Menurut Ketua Bidang RPK PC IMM Kota Semarang IMMawan Afan mengatakan, “Terdapat dua faktor yang menyebabkan kelahiran IMM dipertanyakan. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal.” Dijelaskan dalam ruang diskusi.


1. Faktor Internal

Satu, dipertanyakan dengan pengembangan ideologi Muhammadiyah di tingkat mahasiswa. 

Dua, diadakannya Muktamar Muhammadiyah ke-25 tahun 1936 di Jakarta. Yang mana didalamnya terdapat wacara mendirikan Universitas/Perguruan tinggi Muhammadiyah(PTM) . Sehingga perlu menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan Muhammadiyah. Namun, menghimpun mahasiswa cenderung didiamkan karena Muhammadiyah belum memiliki PTM. 

Ketiga, Mereka yang ada di NA/PM merasa perlu untuk bergabung dengan organisasi mahasiwa islam, sehingga alternatif yang dipilih adalah HMI yang berdiri tahun 1947. Karena semakin banyaknya, konon ada tokoh Muhammadiyah yang menyebut HMI sebagai bagian dari Muhammadiyah. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya tokoh yang turut mengembangkan sayap besar dari organisasi HMI. 

Melihat perkembangan HMI yang kian meluncur dalan kebebasan ideologi, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui PP PM merasa perlu menyelamatkan kadernya. Sehingga pada 18 November 1955, Muhammadiyah  mendirikan perguruan tinggi sebagaimana yang dicita-citakan sejak tahun 1936. Maka PP PM melalui struktur kepemimpinannya membentuk Departemen Pelajar dan Mahasiswa dengan maksud untuk menampung pelajar dan mahasiswa. Dibentuklah pada muktamar PM Ke - 1 tahun 1956. Untuk merealisasikan usaha PP PM tersebut, lewat Konferensi Pimpinan Daerah (konpida) PD PM se-Indonesia di Surakarta, menutuskan mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) pada 18 Juli 1961. 

Karena masih belum berhasilnya memembentuk organisasi khusus untuk mhasiswa karena ada anggapan yang kurang berminat di PM, bisa masuk IPM. Maka mulai munculah wacana kembali, tentang perlu penanganan khusus bagi mahasiswa. Sehingga PP Muhammadiyah mulai segera memikirkannya pada tahun 1960. 

Keempat, adanya motivasi etis dari kalangan keluarga besar Muhammadiyah dalam mencapai maksud dan tujuan muhammadiyah kepada semua kelas dan kalangan. Atau dapat dipahami, bahwa bagi para mahasiswa Muhammdiyah belum memiliki wadah khusus sehingga sulit untuk berkontribusi bersama dalam mewujudkan motivasi etis keluarga Muhammdiyah. 

Motivasi etis yang dimaksud adalah sesuai dengan firma Allah dalam Q. S. Ali Imran ayat 104. 

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ 

 Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”


2. Faktor Eksternal

Pertama, Masih menyuburnya tradisi-tradisi yang tidak cocok dengan Islam dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti contohnya terdapat kegiatan bid’ah, khurafat dan tahayyul. Serta masih adanya keterpakuan terhadap fatwa-fatwa kyai yang kadang tidak dilandasi oleh dalil qath’i/yang berkualitas.

Kedua, Merajalelanya komunis. Bahkan Bung Karno waktu itu nampak tergoda dengan paham komunis. Bahkan sampai menyegel ormas dan partai-partai Islam. 

Ketiga, adanya pergolakan organisasi mahasiswa tahun 1950-an sampai G 30S/PKI kembali menemui jalan bukti untuk berpartisipasi aktif dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Pada konggress Mahasiaswa Indonesia 8 Juni 1947 di Malang terdiri dari HMI, PMKRI, PMKI, PMJ, PMD, MMM, PMKH, SMI yang berfungsi menjadi PPMI (perserikatan perhimpunan-perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang bersifat independen. 

Independensi PPMI memang kompak. Tetapi, setelah Konferesi Mahasiswa Asia Afrika (KMAA) di Bandung 1957, yang dianggap merupakan puncak dari kehidupan PPMI. Akhirnya anggotanya saling memisahkan. Karena PPMI pada tahun 1958 telah menenerima CGMI (selundupan dari PKI). Akhirnya sebagian organisasi bercerai berai sampai bulan oktober 1965 (setelah PKI dilumpuhkan) dan PPMI kehilangan anggota sekaligus secara resmi membubarkan diri. 

Lalu apa yang membuat buku “Kelahiran Yang Dipersoalkan” yang ditulis oleh Farid Fathoni muncul dan diterbitkan? Yaitu:

1. Andaikan kelahiran IMM tidak berdekatan dengan peristiwa G30S/PKI, barangkali IMM tidak perlu banyak dipersoalkan. Karena pengambilan warna merahnya yang dirasa kontrofersial. Yaitu merah, yang mana waktu itu masih identik dengan kelompok PKI. Tetapi, dengan mengetahui kedua faktor di atas. Maka, pengambilan warna merah tidak bisa dikaitkan dengan adanya G30S/PKI.  

2. IMM dilahirkan dari Muhammadiyah sebuah organisasi Islam terbesar yang sekaligus sebagai aparat pembaharu dan organisasi modern dalam gerakan Islam di Indonesia. Sehingga kelahiran IMM dipersoalkan. Maka, karena itulah buku ini muncul.

3. Karena gerak perjalanan IMM itu sendiri, yang menjadikan kelahirannya perlu dipersoalkan. Sebagai bahan refleksi pergerakan IMM itu sendiri dan sebagai nilai historis yang perlu di tanamkan bagi setiap kader IMM di dalamnya. 

Semoga dengan membaca tulisan ini para pembaca tidak merasa puas akan pembahasan diatas. Terus mencari hingga sampai menemukan ke dalam akarnya. Karena dengan menemukan akarnyalah kita bisa memahami bagaimana IMM bisa terbentuk. Terus mencari referensi dan terus semangat literasi. Sebagai kader IMM mari, kita buktikan bahwa semboyan “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual” tidak hanya melalui ucapan saja. Tetapi, juga perbuatan. Salah satunya adalah membaca dan menulis. 

Penulis: IMMawan Ahmad Fauzan Ilfat
Editor: IMMawan Ihsanul Fikri 







Posting Komentar

0 Komentar