Apakah Sistem Pendidikan Di Indonesia Bisa Megalami Kemajuan Seperti Sistem Pendidikan di Finlandia?

gambar siswa SD, SMP, dan SMA yang sedang melakukan gerakan hormat pada kegiatan upacara. (doc. kompas.web.id)


Pendidikan adalah hal terpenting yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu negara. Akan tetapi, sistem pendidikan Indonesia masih tertinggal dari negara maju di dunia pendidikan seperti Finlandia. Finlandia dikenal oleh dunia dengan sistem pendidikan yang sangat baik. Jika dibandingkan dengan Finlandia tentunya kita masih tertinggal jauh, banyak permasalahan yang kita hadapi dalam dunia pendidikan seperti dalam hal fasilitas yang diberikan pemerintah tidak cukup memadai, belum adanya visi pendidikan dalam jangka panjang, serta permasalahan internal berupa kekurangan motivasi peserta didik dalam belajar.

Permasalahan pertama yang menghalangi kemajuan sistem pendidikan di Indonesia adalah permasalahan ekonomi. Ekonomi rakyat Indonesia yang masih lemah mengakibatkan sebagian anak di indonesia tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan. Sebenarnya, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah telah memberikan beasiswa kepada anak yang memiliki permasalahan ekonomi. Namun, beasiswa yang diberikan masih belum mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Kuota yang diberikan oleh pemerintah kepada siswa kurang mampu masih sedikit. Bahkan pada tahun 2022 kuota beasiswa yang diberikan jauh lebih sedikit dari pada kuota pada tahun 2021. Kuota Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tahun 2021 yang disediakan pemerintah untuk membantu calon mahasiwa yang berpotensi akademik baik tetapi mengalami keterbatasan ekonomi adalah sebanyak 200 ribu kuota, namun pada tahun 2022 berkurang menjadi 175 ribu saja. Pengurangan kuota penerima KIP tersebut disebabkan oleh keputusan pemerintah untuk melakukan  penambahan bantuan biaya hidup dari penerima beasiswa. Menteri Kemendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, seperti yang dikutip dari tirto.id (2022), mengatakan “KIP Kuliah Merdeka mengubah sistem, sekarang bantuan biaya hidupnya itu tergantung kotanya, di kota yang mahal semakin besar biaya hidupnya”.

keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah kurang bijak dalam menggambil keputusan. Memberikan tambahan biaya hidup pada mahasiswa di kota tertentu akan menimbulkan anggapan tidak baik. Masyarakat akan menganggap pemerintah tidak adil dalam memberikan bantuan. Seharusnya beasiswa dibagikan secara rata kepada setiap mahasiswa. Dengan begitu, kuota penerima beasiswa tidak perlu dikurangi. Selain itu, memberikan tambahan biaya hidup pada beberapa mahasiswa akan tetap berdampak pada berkurangnya kuota beasiswa dan menyebabkan mahasiswa putus kuliah.

Selain permasalahan ekonomi, pendidikan di Indonesia juga memiliki masalah pada tenaga pendidik. Tenaga pendidik memiliki peranan penting dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, kualitas tenaga pendidik di Indonesia masih kurang diperhatikan. Bukti nyata bahwa pemerintah kurang memperhatikan kualitas pendidik adalah keberadaan pendidik yang tidak sesuai dengan bidang yang ia kuasai. Hal tersebut menyebabkan pendidik kurang memahami pelajaran yang disampaikan. Padahal dalam UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 menyebutkan guru harus memiliki kualifikasi dan kompetensi akademik. Kualifikasi tersebut berupa pendidikan minimal sarjana atau program diploma empat. Sedangkan kompetensi tersebut meliputi kompetensi padagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Selain itu, masih banyak pendidik yang menjadikan profesi Guru/Dosen sebagai pekerjaan sampingan, bahkan ada yang dengan terang-terangan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Permasalahan tersebut sering dijumpai pada guru honorer atau guru yang belum mendapatkan sertifikasi. Menurut mereka, tunjangan/gaji yang diberikan oleh pemerintah itu terlalu sedikit dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, mereka mencari pekerjaan tambahan dan mengesampingkan kewajibannya sebagai tenaga pendidik. Sebagai informasi, jumlah guru di Indonesia menurut data Kemenedikbud adalah 3.015.315 orang. Dari jumlah itu, sebnayak 2.294.191 orang berstatus PNS dan guru tetap yayasan (GTY) sedangkan sisanya sebanyak 721.124 orang berstatus guru tidak tetap (GTT) dan tidak bersertifikasi. (Jurnal Cendekia karya Miftahul Rohman, 2016).

Pada saat ini kita sudah memasuki zaman modern dimana teknologi semakin canggih dan teknologi tersebut sering kita gunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Pada bidang pendidikan contohnya, kala pandemi menyebar dan pembelajaran dilakukan secara online teknologi pertemuan daring marak digunakan. Namun kemajuan teknologi tersebut tidak diiringi oleh kemahiran anak dalam menggunakan teknologi tersebut. Bahkan, bukan hanya peserta didik yang gagap dalam menggunakan teknologi tapi juga tenaga pendidik. Hal itu disebabkan oleh ketertinggalan Indonesia dalam bidang Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Seperti yang dikatakan oleh Dudi Hidayat, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, “Budaya Iptek di Indonesia masih rendah. Masyarakatnya lebih konsumtif daripada produktif. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai Iptek yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju dan mandiri”. (LIPI, 2007)

Selain dari permasalahan eksternal di atas, pendidikan di Indonesia juga memiliki permasalahan yang tidak ringan pada sistem pendidikan. Sebenarnya, pemerintah Indonesia sudah menyusun sistem pendidikan yang baik. Akan tetapi sistem pendidikan di Indonesia belum memiliki visi jangka panjang. sistem pendidikan di Indonesia selalu berubah sesuai dengan perubahan pemegang kekuasaan. Pada masa orde lama misalnya, ditetapkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran dari semua lapisan masyarakat. (Jurnal Agastya, oleh Muhammad Rijal Fadli dan Dyah Kumalasari, 2019). Kemudian pada masa orde baru, pendidikan di Indonesia cenderung dijadikan sebagai alat kekuasaan oleh pemerintah. Hal tersebut menghilangkan esensi dari pendidikan. (Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon, oleh Efrizal Nasution,) Pada masa reformasi, bidang pendidikan sedikit tergeser karena mendahulukan kepentingan-kepentingan prioritas yang lain. (Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, oleh Amin Maghfuri, 2020). Pada masa sekarang Indonesia memiliki sistem pendidikan yang lebih berorientasi pada nilai. (Jurnal Kependidikan, oleh Dodi Ilham, 2019). Perubahan-perubahan tersebut menjadi titik lemah pendidikan di Indonesia, kebijakan yang selalu berubah tidak bisa menjadikan Indonesia fokus terhadap satu tujuan. perbahan sistem juga mengharuskan semua unsur yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia untuk terus melakukan adaptasi tanpa ada perkembangan.

Adapun permasalahan terakhir terletak pada peran utama dalam bidang pendidikan, yaitu peserta didik. Permasalahan peserta didik terletak pada kurang motivasi dan semangat untuk belajar. Hal itu dibuktikan dalam penelitian OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), PISA 2018. Menurut penelitian tersebut, siswa di Indonesia mendapatkan nilai lebih rendah dari rata-rata OECD dalam membaca,  matematika dan sains, (OECD, PISA 2018). Kesadaran belajar dari para siswa di Indonesia sangat rendah. Sebagian besar pelajar Indonesia belajar karena keterpaksaan. Paksaan untuk belajar tersebut bisa datang dari orang tua maupun guru. Mereka belajar hanya untuk menunaikan kewajiban tanpa ada kesadaran dari diri mereka.

Berbagai permasalahan yang menghambat perkembangan pendidikan Indonesia akan terpecahkan jika pemerintah mampu menghadirkan kebijakan yang tepat. Jika pemerintah mampu mengatasi berbagai permasalahan tersebut serta memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh bangsa, maka sistem pendidikan di Indonesia akan lebih baik dari sistem pendidikan di Finlandia.


Penulis: IMMawati Nadia Fitriana Rosyidah

Editor: IMMawan Ihsan Awliak

Posting Komentar

0 Komentar