Mengenal Kondisi Hati Manusia

doc. Pixabay/congerdesign


Baik buruknya perilaku seseorang bergantung pada hatinya, seperti yang disebutkan dalam hadist:

Alaa inna fil jasad mudhgoh Idza soluhat soluha jazadukuluhu Waidza fasadat fasada jasadukuluhu Alaa wa hiyal qolbu

Rasulullah SAW pernah bersabda,’Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula  seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Bagaimana cara mengidentifikasi baik atau rusaknya hati kita? Adzi JW dalam buku "Menjadi Pribadi Luar Biasa" mendefinisikan hati manusia ke dalam tiga kategori, yakni sebagai berikut:


  • Qalbun Salim (hati yang sehat dan selamat): mudah berbuat baik dan susah berbuat jahat.
Manusia yang hatinya sehat, akan selalu rajin beribadah, terbuka akan nasihat, jiwa maafnya luas, tawakal, sensitif terhadap dosa, dan suka membalas keburukan dengan kebaikan.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menafsirkan Qalbun Salim atau Kalbu yang bersifat salim adakah kalbu yang terpelihara kesucian fitrahnya, pemiliknya mempertahankan keyakinan tauhid, serta cenderung kepada kebenaran dan kebajikan. Kalbu yang salim adalah kalbu yang tidak sakit sehingga pemiliknya senantiasa merasa tenang, terhindar dari keraguan dan kebimbangan, tidak dipenuhi sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme buta, loba, kikir, serta sifat-sifat buruk lainnya.

  • Qalbun Maridh (hati yang sakit): merasa tidak tenang saat berbuat jahat namun tetap melakukannya.
Manusia yang hatinya berpenyakit, akan sangat berat saat melakukan ibadah, pesimis dalam berdoa, tidak merasa bersalah saat berbuat dosa, sulit memaafkan kesalahan orang lain, dan sering berkeluh kesah.
Qalbun Maridh memiliki terlihat pada hadirnya iman, keikhlasan, dan sifat baik lainnya pada diri seorang manusia. Namun, terdapat juga rasa tamak untuk meraih kesenangan dan mementingkan kehidupan dunia. Perilaku ini disebutkan dalam Q.S. Al-Hajj: 52–53.

  • Qalbun Mayit (hati yang mati): tidak merasa bersalah saat berbuat jahat.

Manusia yang hatinya mati, tidak akan bisa menerima nasihat dari mana pun dan dari siapa pun. Ia akan menolak semua kebenaran. Sehingga tidak ada yang bisa mengajaknya ke jalan yang benar, kecuali atas izin Allah Swt.
Perilaku Qalbun Mayyit ditandai dengan kehidupan yang di bawah kendalikan oleh nafsu amarah, tidak peduli keridhoan Allah, memiliki pola pikir akan kesenangan dunia dan materi semata, tuli dan buta akan kebenaran, serta tidak meyakini adanya perhitungan amal setelah kematian, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Al-Muthaffifin: 12–15.

Penulis: Aisha Veranda Kartika (Anggota Bidang RPK PK IMM Jendsoed 2024)

Posting Komentar

0 Komentar